HUKUM MENKONSUMSI BEKICOT

Apakah halal atau haram jika kita konsumsi bekicot?
Tentang hukum mengkonsumsi bekicot terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama

PENDAPAT PERTAMA, bekicot darat termasuk hasyarat/hewan tanah/serangga (dalam istilah biologi dikenal sebagai hewan invertebrata). Dan hasyarat hukumnya haram karena:

A.  Tidak bisa disembelih sehingga matinya sebagai bangkai.
.

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. Al-Baqarah : 173]

B. Allah mengharamkan apa yang buruk/khabaits dan hasyarat termasuk dalam hal ini. Allah Ta’ala berfirman,
 
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (Al A’raf:157).
 
Adapun“Binatang-binatang kecil (hasyaraat) termasuk dari khabaits yang dianggap jelek oleh tabiat manusia dan dianggap suatu yang tidak baik (jika dimakan).” [Tafsirul Manar 8/145]

PENDAPAT KEDUA, merupakan kebalikannya, bekicot hukumnya halal. Dengan alasan:

A. Tidak ada dalil yang shahih dan secara tegas mengharamkan bekicot sedangkan Rasulullah SAW menegaskan:

Dari Abud Dardaa’ radhiyallahuanhu, ia mengatakannya dari Nabi shallallahu'alaihi wasallam, beliau bersabda, “Apasaja yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, maka hal itu adalah halal. Dan apasaja yang Ia haramkan, maka hal itu adalah haram. Sedang apasaja yang Ia diamkan, maka hal itu dibolehkan (ma’fu), oleh karena itu terimalah kema’afan dari Allah itu. Sebab sesungguhnya Allah tidak lupa sedikitpun. Kemudian Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam membaca ayat ini : Wa maa kaana robbuka nasiyyaa (Dan Tuhan mu tidak lupa) – QS. Maryam : 64. [HR. Hakim ]

B. Nabi shallallahu'alaihi wasallam tidak pernah mengharamkan hasyarat (hewan tanah) berdasar hadits:
Telah menceritakan Milqam bin At Talib dari Ayahnya ia berkata: Aku telah menemani Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak mendengar adanya pengharaman serangga bumi”. [HR. Abu Daud, dhaif karena dalam sanadnya ada seorang perawi bernama Ghalib bin Ajrah bin At Talib ia majhul]
 
C.  Bahwa hewan yang tidak memiliki sistem transportasi darah merah, tidak harus disembelih. Mereka mengqiyaskannya sebagaimana belalang. Cara menyembelihnya bebas, bisa dengan langsung direbus, dipanggang, atau ditusuk dengan kawat besi, sampai mati dan dengan demikian halal dimakan.

Dari 'Abdullah bin Abi 'Aufaa, ia berkata, "Kami pernah tujuh kali ikut berperang bersama Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dan kami makan belalang". [HR. Muslim ]

.Dari 'Abdullah bin 'Umar bahwasanya Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedangkan dua darah yaitu hati dan limpa". [HR. Ibnu Majah, dla'if karena dalam sanadnya ada perawi bernama 'Abdur Rahman bin Zaid]

D. Pengertian khabaits (kotor) dalam ayat 157 surat Al-A'raaf itu, menjelaskan secara garis besar akan keadaan makanan yang telah diharamkan oleh Allah di keempat tempat itu. Yakni, bahwa bangkai, darah, daging babi dan apa-apa yang disembelih untuk selain Allah itu adalah diharamkan oleh Allah bagi ummat Islam untuk memakannya, karena barang-barang itu adalah khobaits/keji dan menjijikkan.

Jadi bukan kotor/keji menurut selera manusia, yang masing-masingnya berbeda sesuai dengan alam lingkungan kehidupannya. Karena bila diserahkan kepada manusia, maka hilanglah sifat universal (cocok dipakai oleh siapapun, kapanpun, dan dimanapun), dari hukum-hukum Islam, sebab banyak daerah yang berbeda pendapatnya mengenai apa-apa yang dianggap keji/kotor tersebut, maka akan kaburlah pengertiannya, sebab makanan yang sama oleh satu daerah dianggap keji/kotor, kerenanya mereka tentu akan menghukumkan haram atasnya. Sedangkan oleh suatu daerah yang lain, makanan itu tidak dianggap keji/kotor, maka hukumnya halal bagi mereka.

Sehingga makanan yang satu itu mempunyai dua hukum yang bertentangan, yaitu : ya ... halal, ya ... haram.

Mungkinkah yang demikian itu ? Jelas tidak akan mungkin. Dan jika terjadi yang demikian itu menunjukkan bahwa makanan yang diharamkan oleh Allah bagi ummat Islam adalah tidak terang dan kabur pengertiannya, padahal Allah sendiri dengan tegas dan tandas telah menyatakan bahwa apa-apa yang diharamkan-Nya itu sungguh telah diperinci dan dijelaskan seterang-terangnya, sebagaimana firman Allah di surat Al-An'aam ayat 119 :
 
.... dan sungguh Allah telah menjelaskan kepada kamu apa-apa yang diharamkan-Nya atas kamu kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. [QS Al-An'aam :119]

Dan hadits Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, 

Yang halal itu adalah apa-apa yang Allah halalkan dalam kitab-Nya dan yang haram itu adalah apa-apa yang Allah haramkan di dalam kitab-Nya. [HR. Hakim dan Al-Bazzar] dan sabda beliau shalallahu'alaihi wassalam:

اْلحَلاَلُ بَيِّنٌ وَ اْلحَرَامُ بَيِّنٌ

Yang halal itu sudah terang, dan yang haram itu sudah terang. [HR. Muttafaq 'alaih dan Tirmidzi]

Allahu a'lam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEUTAMAAN MEMELIHARA AYAM

ISTRIKU SEMAKIN MENUA.

KEUTAMAAN HARI ASYURA